Minggu, 06 September 2009

Bob Dylan

My love she speaks like silence,
Without ideals or violence,
She doesn't have to say she's faithful,
Yet she's true, like ice, like fire.
People carry roses,
Make promises by the hours,
My love she laughs like the flowers,
Valentines can't buy her.

In the dime stores and bus stations,
People talk of situations,
Read books, repeat quotations,
Draw conclusions on the wall.
Some speak of the future,
My love she speaks softly,
She knows there's no success like failure
And that failure's no success at all.

The cloak and dagger dangles,
Madams light the candles.
In ceremonies of the horsemen,
Even the pawn must hold a grudge.
Statues made of match sticks,
Crumble into one another,
My love winks, she does not bother,
She knows too much to argue or to judge.

The bridge at midnight trembles,
The country doctor rambles,
Bankers' nieces seek perfection,
Expecting all the gifts that wise men bring.
The wind howls like a hammer,
The night blows cold and rainy,
My love she's like some raven
At my window with a broken wing.



What a ...

Nakushita Kotoba

Kono ryoute ni kakaete iru mono toki no shizuku
Sotto nigirishimete wasureta kioku nakushita kotoba

Hitotsu hitotsu omoidaseba subete wakatte ita ki ga shite ita no ni
Iroaseta kotoba wa boku no sugu soba ni oite atta

Kotae no denai yoru to hitohira no nukumori to haruka kanata no akogare to
Tada sore dake wo kurikaeshi boku wa ikite iru

Kono ryoute ni kakaete iru mono toki no shizuku
Sotto nigirishimete wasureta kioku nakushita kotoba

Anata ga omou koto wo sameru koto naku temoto ni tsukamitai no ni
"Hito" dearu bokutachi wa sono kimochi wo wakachi aenai mama

Kotoba ga hanatsu imi wo tatoe no nai omoi wo kotaeru koto no nai kanjou wo
Mitsumeaeba tsutawaru koto ga dekitara ii no ni na

Kono ryoute ni kakaete iru mono toki no shizuku
Sotto nigirishimete wasureta kioku nakushita kotoba

Kono omoi wa mune ni shimatte okou

"Nakushite shimatta..."



Lost Words

I’m holding a drop of time in my hands
I quietly grip the forgotten memories, the lost words

When I recalled each event one by one, I thought I understood everything
But the faded words were right by my side

Nights when I can’t find an answer, and a single drop of warmth, and my longing for something far away
I’m spending my whole life just repeating those things over and over

I’m holding drops of time in my hands
I quietly grip the forgotten memories, the lost words

I want to grab all the things you love in my hand, never letting them cool down
While we, as people, are unable to share that feeling

The meaning your words release, an unquestionable love, a feeling that has no answers
If only we could convery all that just by looking at each other

I’m holding drops of time in my hands
I quietly grip the forgotten memories, the lost words

I’ll keep this love in my heart

I’ve lost you…”


These wonderful song n lyrics, remain me a memory of you...

Ara

Payudaramu
Masih menatapku dengan murung
Entah sudah berapa lama kupegang
Mungkin ratusan ribu kali.

Temaram yang dibentang
Oleh lampu kecil di sudut kamar;
Ranjang yang bermain melodi sendu
Poster kusam mimpi hari depan
Dan radio tua yang tak henti-henti
Menabuh genderang yang telah hilang
Semangat.

Ah, siluetmu
Yang bergoyang-goyang di tiup
Angin asmara.

Aku mencintaimu malam ini
Lebih dari apapun,
Bilang pada bulan
Jangan berhenti bersinar
Dan taburilah wajahnya
Banyak-banyak cahaya bintang.

Aku mencintaimu malam ini
Lebih dari apapun, sampai pintu bilik di ketuk.

(Batam, 17 Mei 09)

Lagu Perang

Saatnya melepas selimut
Ganti dengan parang!
Panjangkan rambut
Suburkan janggut
Mari maju perang!

Ambil bajumu, jadikan layar
Busungkan dadamu, jalinkan ototmu
Daki gunung! Arungi samudra!
Lagi darah masih merah.

Petir dan gempa pasti datang
Datang dan mengancam
(ya! Mereka teramat kejam)
Menangislah sampai keluar darah!
Menjerit sampai putus pita suara!
Asal jangan padam pelita jiwa
Sulut dengan bara
Mimpi dan cita-cita

(Batam, 24/5/09)

... ... ...

Don’t turn the lights off
When I’m gone
I ain’t go back off
To the life of mourn

Go get the gun!
Yell the salvos!
The life is just began
Wash your dream from sorrow

I’ve been waiting for this
Backpacking with all my dreams
I’ve choosen my path
No sign of givin’ up

Don’t worry ‘bout the pain
Will make hard and still
For even I have the rain
To wash all the tears

(Batam, 11/7/09)

BADAI

Untuk UJ

Hidup mengajari mu dengan keras dan sengit
Dengan air mata, dengan darah.
Dunia membagi mu sisi jalangnya
Dengan Lumpur, dengan sangkur.

Visi mu gelap dan suram
Kau minyaki paru-paru dengan pedih
Kau bakar hatimu dengan dendam.

Langit atapmu, bumi kasurmu
Arak dan Ciu kemarilah, karna
Kalian karib.

Berkelahi dan belati adalah jalan,
Jalan yang menjadikanmu ada.

Lampu-lampu di kotamu redup,
Menjadikannya suram.
Angin berdesau-desau, Jangkrik!
Pun tak berani mengerik.

Hujan mulai turun,
Setajam jarum, sedingin es
Membasuh mawar yang tumbuh
Di halamanmu.

Turun di hatimu.

Hujan yang turun di hatimu, hitam…

(Batam, 5/7/09)

... ... ...

I love you like Sun
Wonderful to see
Impossible to reach
So far away…
So far away…

I love you like stars
Beautiful but cold
Out of my reach
So far away…
So far away…

I wanna be the Mercurius
The one who closest to you;
The one whom you love a lot;
For even, I must burnt
And dead.

I love you as best as I do
With the broken heart
With the twisted soul

The space is too much
Empties the life inside
Destroys like storm dust
Summons black hole
Walks into an eternal darkness

27/4/09, Batam

Dik

Dik, aku cinta kamu tanpa rencana
Bukan mengikuti program pemerintah
Soal membangun keluarga alias Keluarga Berencana.
Dik, aku cinta kamu tiba-tiba
Seperti naiknya gaji anggota DPRD di negara kita
Padahal Mbah Ijah masih harus bekerja.
Cintaku padamu bukan musibah
Bukan seperti gempa di Jogja
Atau lumpur di timur jawa.
Cintaku padamu jelas misteri
Seperti KM Senopati
Atau Adam Air yang lenyap tertelan bumi.
Cintaku padamu, Dik, tak serakah
Bukan seperti para koruptor yang tak jua jera
Di tengah nasi aking dan tumpukan hutang Negara
Cintaku padamu jelas miskin, Dik
Seperti kualitas pendidikan di negara kita
Juga mayoritas penduduk Indonesia.
Tapi, aku tetap cinta padamu Dik.
(21-01-07)

… … …

Ruang hampa yang kusapukan
Meninggalkan jejak-jejak hitam
Melukiskan warna-warni serpihan perjuangan
Di atas kanvas kehidupan.

(21-07-’07)

Gerimis

Gerimis…

Saat butirnya bersentuhan dengan Dunia
Menciptakan nada-nada orkestra Nirwana.
Ku petik sang nada, ku tiupkan bersama sukma
Menuju peraduan bidadari cinta.

Gerimis…

Sejumput kerinduan merebak
Mendejavukan suasana
Saat hidup berhenti berhembus,
Waktu terbelenggu hampa,

Kosong, netral…

Biarkan cinta bercengkrama
Gerimis…
Syahdu…

Gerimis…
Satu kerjap lagi bidadariku,
Aku datang menjemputmu.

(21-01-’07; malam)

Seonggok Keluh Pinggiran

Kami kaum kusam
Menggeliat dalam buramnya dunia.
Kami kaum yang sudah tak sanggup lagi berkeluh kesah
Tuntas semua airmata juga darah.

Kami kaum yang terpinggirkan
Menahan lapar dan derita dalam subalan tekad hampa.
Tekad yang menjadi asa-sia.

Berborok dibawah lapisan kulit sanubari.
Kami kaum yang terpasung
Di dalam belenggu hidup yang sinis.
Mencekik, menghujam, kami miris
Kematian pun tak lagi amis.

Ketika Malam Mulai Disemayamkan

Ketika malam mulai disemayamkan
Badan tersandar mata melelap,
Dewa-dewa berduyun ke Nirwana
Menuju peristirahatan kekal jiwa.

Ketika malam mulai disemayamkan
Saat tu pula kedengkian mulai ditebarkan,
Binatang malam mancari mangsa
Celaka dan jahanam berpesta pora.

Ketika malam mulai disemayamkan
Kemerdekaan terampas sudah,
Kerentaan dan kerentanan berkumpul
Mengais-ais sisa belatung senja.

Ketika malam mulai disemayamkan
Dewa-dewa ngiler dan bermimpi,
Celaka dan jahanam terus terkutuk,
Kemerdekaan berlalu musnah.

(13-01-’07; tengah malam)

Bab Rambut Gondrong

Rambut oh rambut…
Kata orang-orang bikin ruwet tambah semrawut
Katanya kalau aku mau dapat pacar, harus potong dulu itu rambut
Lha… mau pacaran sama aku atau sama rambut.

Duh rambut gondrongku…

Kata teman sumber musibah, bikin blunder kalau main sepak bola
Dipotong, diruwat itu rambut
Biar rasa sial tambah surut
Ealah rambut…
Kasar dan kusut
Hampir mirip sapu ijuk butut
Tapi pernah dihargai lebih mahal dari 20 bungkus es serut.

Mbut, mbut…
Jangan salah, jangan kira,

Ini rambut bukan sembarang rambut
Ini adalah idealisme yang tak pernah surut
Adalah pemberontakan terhadap kemapanan rambut dan zaman
Adalah simbol jiwa juga rasa
Adalah… gatel!

Rambut gondrong kekasihku!
Akhirnya harus kurelakan dirimu demi masa depan yang lebih baik
Bukan kalah berjuang, bukan matinya idealisme
Tapi titah Ibunda, yang kata mantan adalah titah sang pencipta
Akhirnya…
Mungkin aku rela.

(Djogdja; 3-2-’07; tengah malam)

Saat Hujan Turun

Aku ingin engkau
Duduk disini
Memandang lampu-lampu di laut
Bersama hujan

Aku ingin engkau
Membuatkan segelas
Susu panas, sewaktu
Hujan turun
Sambil bercerita tentang kamu.

Aku ingin memetik gitar untukmu
Mendengar senandungmu
Bak rinai hujan
Yang bercerita tentang cinta
Dan kehidupan.

Aku ingin memandang
Cahaya di wajahmu
Dan berbicara dengan
Matamu
Yang luruh bersama hujan

Kenangan

Ku kuak luka lamaku
Sekedar untuk menjengukmu, kekasih.
Ku korek borok-borok yang mengering
Sekedar untuk menyapamu kembali.
Ku petik melodi sembilu
Dan berdansa dengan luka,
Ku mainkan nada-nada di accord biru
Mengajak hujan mengharu birukan semesta.
Ku untai kembali butiran-butiran air mataku yang bercampur darah
Hanya untuk menyebut namamu,
Ku rangkai serpihan-serpihan hatiku
Demi menghidupkan sedikit memori.
Kau, yang membuatku percaya akan cinta,
Kau, yang menghidupkan api dalam hati,
Kau, yang menghembuskan nafas kehidupan,
Kau, yang telah meninggalkan jejak
Dan menulis nama dengan darah di sudut hati hamba.

Sudah Nikmati Saja

Bangsa ini adalah bangsa yang tak pernah mau belajar
Bangsa yang sering dirundung duka tanpa mampu mencegahnya
Banjir, tanah longsor, dan kecelakaan transportasi bukan lagi hal baru
Hal-hal yang setiap tahun selalu terjadi dan berulang kembali
Lebih buruk dari keledai bangsa ini
Yang selalu terperosok dalam Lumpur yang sama lagi
Berhentilah saling menyalahkan
Karena memang tak ada yang patut disalahkan
Kecuali diri kita sendiri!
Bukan pemerintah, bukan pemda, bukan rakyat
Tak lain tak bukan hanya diri kita sendiri
Diri kita sendiri yang terbentuk dan membentuk sebuah sistem keparat
Yang menempatkan negeri ini menjadi seonggok karat
Kalau hutan masih tetap gundul…
Kalau pembalakan masih lancar…
Kalau korupsi disambut hangat…
Kalau kita masih buang sampah sembarangan…
Jangan teriak-teriak paling lantang!
Sudah nikmati saja itu bencana
Sebagai konsekuensi logis ulah kita
Sebut saja Alhamdulillah
Karena Tuhan belum mencabut nyawa di dada.

(5-2-07;23:41)

Mawar

Kami adalah sekumpulan bunga mawar
Berserak di alam hutan hujan.
Terik matahari jadi pelukan
Sinar rembulan selimut dalam kelam.
Kami tantang angin yang datang
Bahwa kami tak mudah dilumpuhkan.
Kami lawan busuknya keadaan
Bahwa kami bukan objek penaklukan.
Tapi, maaf beribu maaf…
Wujud kami tak seindah harapan
Tersaput debu, berbalut belukar.
Awas! Duri kami lebih tajam
Buah dari kerasnya kehidupan.
Wangi kami beda
Lebih harum, lebih murni, lebih elegan.
Kami jelas liar
Karena kami benar-benar hidup.
Jangan petik kami!
Tapi petiklah hati kami
Untuk hidup yang lebih berarti.

Orang Gila

Orang gila di tepi jalan
Berselimut debu jalanan
Meregang nyawa, menyambung tawa
Entah apa arti hidupnya
Oo…puing-puing kisah masa lalu
Akan semua masa silammu
Seberapa jauh cita-citamu…hancur tertikam waktu
Kusam memang kusam, sejarah berlalu kelam
Beban penderitaan tak dapat kutanggung sendirian
Menggigil diterpa hujan, meronta ditikam panas
Kulit mulai hitam melegam
Pesta pora lalat yang kelam
Dalam tidurmu kau bisikkan
Oh Tuhan…apa salah hamba?
Inikah pilihan hidup hamba?
Diiringi tangisan senja
Biarlah biar semua penderitaan
Kulewati dengan senyuman
Walaupun senyumku pun kelihatan Edan
Teruslah tertawa, teruslah mencerca
Merdekalah dalam duniamu.

Sabtu, 05 September 2009

Just in case…

When you are no longer my biggest fans
When you are no longer taking care of me when I was sick
When you re no longer missing me
When you are no longer wanna be my side
When all of your love had vanished, my dear
When you began to hate me, sweet

You must know that
I’ll always lit the fire of my heart
I need you so much
I love you so much
Thanks for giving so much love and joy of my life

Cinta Itu Cerita di di Senja Usia

Ah, ah, ah
Kau ajak aku cerita tentang cinta, Sayangku?

Ah, ah, ah
Apa itu cinta, Sayangku?
Apakah kau tau?

Cinta itu cerita di senja usia
Tentang kuda-kuda yang berlari
Mengejar Matahari
Di rerumputan hijau.

Cinta itu seperti biskuit yang
Kau makan di atas segelas teh
Panas yang mengepul-epul
Laiknya gumpalan awan yang terdesak angin.

Ah, ah, ah
Indah bukan, Sayangku?

Ah, ah, ah
Cinta itu indah, Sayangku
Saat perut telah kenyang dan
Kau tak lagi bingung apa besok bisa makan.

Jika belum, Sayangku
Lupakan saja, ceritakan saja yang lain.

Karna cinta yang kau gadang-gadang
Yang kau agung-agungkan, Sayangku
Tak lebih dari rombongan
Yang lari tunggang langgang
Saat kentut menerjang.

Batam, 14/5/’09

Cinta adalah Dongeng Pengantar Tidur

Seorang bocah dengan
kulit terbakar matahari
Nanar menatap rendang
Di rumah makan padang
Menunggu kantuk,
Menahan lapar,
Ah, hari hujan

Cinta adalah dongeng pengantar tidur.

Di ruang temaram
Di antara bujukan
Parfum dan keringat,
Keluhan ranjang yang menua
Dan mimpi kosong tentang hari depan,
Si Gadis masih berhitung
Untuk Ayahnya melunasi hutang
Ibu yang terbaring sakit di ranjang.

Cinta adalah dongeng pengantar tidur.


Keringat bagai derasnya hujan
Selesai kau seka
Lewat handukmu yang kuyu
Perlahan melangkah ke kedai kopi
Singkong goreng mengajakmu bercumbu

Matahari, seperti hari kemarin
Masih sombong
Matamu berjalan, mencari keteduhan
Di rindangnya pohon
Sama uzur sama kau

Cinta adalah dongeng pengantar tidur.

Batam, sambil menunggu gajian Juli ‘09