Selasa, 29 Juli 2008

Sepak Bola Dendam

Apakah kata memprihatinkan seperti yang sering digunakan oleh para komentator olahraga terkemuka cukup untuk menggambarkan kondisi persepakbolaan Indonesia saat ini? Apakah sepakbola yang menjunjung tinggi sportifitas telah berubah menjadi ajang pelampiasan dendam karena beban hidup yang semakin menghimpit?

Beberapa waktu yang lalu di liga medco salah satu kontingen ramai-ramai menghajar wasit yang dituding berat sebelah, padahal mereka adalah anak-anak muda yang baru berusia di bawah 15 tahun. Baru-baru ini, wasit juga turut menjadi korban amuk pemain dari salah satu kontingen PON.

Pasal hajar menghajar wasit ini bukanlah sebuah persoalan baru, namun pelaku dan korbannya seperti tak pernah jera untuk menghajar dan dihajar.

Sistem persepak bolaan kita memang ruwet, tak bisa dibandingkan dengan Liga Inggris contohnya. Di sini, sepakbola baru menjadi sekedar hobi, belum industri. Sistem yang mendukung pun sistem hobi suka-suka saja. Karena sistem yang suka-suka itulah para pelakunya menjadi semena-mena.

Negeri ini mengidap virus instanisme. Sukanya yang serba cepat dan praktis. Tim mau juara solusinya asal main kirim ke luar negeri. Padahal cara ini mendapat kritik keras dari Poppe de Hand, pelatih yang berhasil membawa Belanda juara dunia untuk usia U-23. Kalau kita mau jadi juara, lebih baik mempersiapkan tim secara matang baik fisik maupun mental dengan melakukan pembinaan pemain muda yang berkualitas dan memperbanyak kompetisi yang juga berkualitas untuk berbagai kelompok umur. Hal-hal tersebut jauh lebih baik daripada menghambur-hamburkan uang dengan mengirim tim ke luar negeri.

Padahal negeri ini di anugerahi berjuta-juta bibit pemain muda potensial, sayangnya anugerah itu tidak di imbangi dengan pembinaan yang mumpuni. Bayangkan anak usia di bawah 15 sudah berani menghajar wasit, jelas ada yang rusak dalam sistem pembinaan pemain muda. Mungkin sudah saatnya jasa-jasa psikolog mulai diperkenalkan dalam pembinaan pemain agar pemain dapat menjadi sosok yang setidaknya dapat menghargai wasit dan dapat menerima kekalahan.

Tidak ada komentar: